Sebuah kisah
persahabatan dua anak manusia
sebut saja Manna dan Inni, Manna anak cerdas di sekolah selalu jadi juara umum, tak ada mata pelajaran yang tidak dia suka, tidak ada pula materi pelajaran
yang lalai dia kuasai sehingga hasil ulangannya selalu memuaskan. Prestasinya
itu ternyata tidak lepas dari peran Inni, kenapa demikian, karena Manna anak
orang pas-pasan, jangankan beli buku untuk uang saku saja Manna kadang tidak
diberi sama orangtuanya. sedangkan Inni anak orang berada. Walaupun Manna tidak
pernah menuntut tetapi apa yang di kehendaki Manna di penuhi oleh Inni. Ketika
Manna bilang, sayang aku tak punya buku IPA, besoknya Inni sudah datang
membawakan buku IPA yang di kehendaki
oleh Manna, Ketika Manna bilang wah untuk
materi ini pasti dapat di selesaikan lewat internet maka Inni segera
mengajak Manna ke Warnet.
Inni bukan anak yang rajin tetapi setiap ulangan hasilnya
selalu berimbang dengan Manna, karena selalu dapat bocoran dari Manna. Manna
tidak bisa bilang tidak ketika Inni meminta contekan dari Manna.
Demikian
akrabnya kedua anak manusia itu satu
dengan yang lain merasa mendapat keuntungan dari pertemanan itu, tak pernah ada
cekcok di antara keduanya Manna tak mungkin bilang tidak pada Inni dan Inni tidak pernah bilang tidak
pada Manna. Sebenarnya Manna menyadari bahwa apa yang di lakukan dalam
persahabatannya dengan Inni adalah salah, Manna sadar bahwa dialah yang sebenarnya
mendapatkan banyak keuntungan, Sementara
Inni mendapatkan keuntungan palsu, berupa nilai yang baik tetapi tidak
menggambarkan kemampuan Intelektual yang sebenarnya. Hal ini selalu tampak
manakala harus terjadi diskusi kelas. Sampai suatu ketika, datang waktu libur Setelah kenaikan kelas keduanya naik kelas dengan nilai sama-sama
memuaskan. Manna pulang kampung, untuk merayakan keberhasilannya Inni berlibur
ke kampung Manna.
Inni : Amboi Indah benar keadaan kampung ini.
Manna : Ya
beginilah ...namanya juga kampung.
Inni : Hemm...merdunya kicauan burung...
Hai...suara apa yang gemuruh sayup-sayup itu?
Manna :
Oo...itu Air terjun...tidak jauh dari sini ada air terjun.
Inni : Asyik....kita bisa kesana dong
Manna : Waduh Inni
aku nggak berani kesana
Inni : memangnya kenapa?
Manna : Disana
ada banyak buaya
Inni :
Buaya, apa itu buaya?
Manna : Buaya itu termasuk binatang reptil
yang hidupnya di daerah aliran sungai atau rawa- rawa dia berkembang biak dengan
bertelur,
Inni :
Reptil, ....oo...kaya tokek juga
Manna : Ya’ betul
tapi badannya lebih besar lagi!
Inni :
Kenapa takut, aku biasa memainkannya!
Saat bicara ini sebenarnya Inni berbohong, dalam hatinya bilang
paling sebangsa Iguana. Benar-benar tidak terbayangkan dalam benak Inni bahwa buaya itu binatang besar bertaring
tajam, bermulut lebar dan buas.
Inni : Aa ...ah kecil kalau cuma itu...emm. Asyik
lho bisa main dengan mereka, cukuplah dengan tongkat kecil untuk menakut-nakuti
mereka.
Manna : Betul Inni kamu pernah bermain dengan buaya?
Inni :
Ya iyalah di kampungku juga banyak itu, ayo besok kita kesana!
Manna : Ayo
Berangkatlah kedua sahabat itu ke daerah air
terjun, peringatan kedua orangtua dan orang-orang kampung diabaikannya. Manna
begitu percaya diri karena Inni mengatakan telah terbiasa dengan buaya sementara Inni begitu percaya diri karena yang akan dihadapi dikiranya hanya sebangsa cicak, tokek, atau iguana.
Sampailah keduanya di daerah air terjun, Airnya jernih
kemudian jatuh kesungai di bawahnya mengalir indah sekali memang.
Inni :
waw.... indah sekali.....! aku mau mandi ah...
Manna : jangan inni di situ banyak buaya.
Inni : alaaa....h nggak apa-apa, percaya deh sama aku
buaya itu nggak akan membahayakan kita ayolah
Dalam kecemasan yang luar biasa Manna tak berani
mengecewakan sahabatnya, kecemasannya yang luar biasa itu sirna begitu saja karena ketakutannya kehilangan kawan yang banyak membantunya, dia juga tidak berani tidak mempercayai Inni bahwa dia
sering memainkan buaya di air karena takut mengecewakannya. Akhirnya keduanya mandi di sungai.
Sekejab setelah kedua
anak itu melompat ke air tanpa di sadari oleh kedua anak tersebut di seberang
sungai juga ikut melompat kedalam air seekor buaya di susul lagi dari sebelah
hulu, lalu lagi di sebelah hilir, sejurus kemudian ada pergerakan menghampiri
mereka berdua
Manna : Ni .....Inni....Buaya....ni
Inni :
tenang-tenang saja, pegang saja tongkatmu.
Miris sebenarnya Inni dengan binatang itu tapi dia malu
untuk bilang takut sama Manna, karena terlanjur bilang pernah bermain-main
dengan buaya di air. Buaya-buaya itu semakin dekat
Inni : Acungkan tongkatmu....pukul-pukul ke
air! Sambil berteriak begitu Inni
memukul-mukulkan tongkatnya ke air, sejurus kemudian buaya-buaya itu diam.
Mereka merasa tenang ....Inni pun merasa menang, nah
percayakan ....yakinlah tak akan terjadi apa-apa. Tanpa disadari keduanya sebenarnya buaya
itu menyelam kedalam air.
Mereka juga tidak menyadari bahwa kecepak air dari tongkat itu
justru menjadi tanda bagi buaya bahwa disitu
ada mangsa. Aman... aman.... Aauuuuuu........tubuh ini tiba-tiba
tenggelam, darah mulai tampak menyembul keluar dari dalam air, sadar dalam
bahaya Manna bersiap untuk menepi tapi naas satu gigitan keras di kaki dia rasakan
disusul terkaman di perutnya dan ...tamatlah kedua anak itu dimangsa oleh
buaya.
Ketika orang-orang kampung datang untuk melihat Manna dan
Inni mereka sudah tidak melihat keduanya
.
Dicarinya Manna dan Inni menyusuri sungai dan wouu.....mereka
dapati dua buaya dengan perut gendut
tampak kekenyangan. Berkecamuk perasaan orang-orang kampung, jangan-jangan dua
anak itu telah di mangsa oleh buaya-buaya itu.
Dengan sigap orang-orang kampung menyiapkan peralatan
untuk menangkap buaya itu dan tidak
sulit untuk menangkap buaya yang tampak kekenyangan itu. Dan benar adanya
setelah buaya itu di tangkap dan perutnya di bedah di dalamnya ada jasad Manna
dan inni yang tiada bernyawa lagi.
*** Jika seandainya Inni dan Manna mau saling mengingatkan,
mau saling menerima nasihat, mau menghindari kebohongan-kebohongan yang hanya
sekedar untuk menjaga harga diri sangat mungkin petaka itu tidak pernah
terjadi***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar