Senin, 05 Agustus 2013

BUAYA GANAS MEMANGSA MANNA dan INNI



Sebuah kisah  persahabatan  dua anak manusia sebut saja Manna dan Inni, Manna anak cerdas di sekolah selalu jadi juara umum, tak ada mata pelajaran yang tidak dia suka, tidak ada pula materi pelajaran yang lalai  dia kuasai sehingga  hasil ulangannya selalu memuaskan. Prestasinya itu ternyata tidak lepas dari peran Inni, kenapa demikian, karena Manna anak orang pas-pasan, jangankan beli buku untuk uang saku saja Manna kadang tidak diberi sama orangtuanya. sedangkan Inni anak orang berada. Walaupun Manna tidak pernah menuntut tetapi apa yang di kehendaki Manna di penuhi oleh Inni. Ketika Manna bilang, sayang aku tak punya buku IPA, besoknya Inni sudah datang membawakan buku IPA  yang di kehendaki oleh Manna, Ketika Manna bilang wah untuk  materi ini pasti dapat di selesaikan lewat internet maka Inni segera mengajak Manna ke Warnet.
Inni bukan anak yang rajin tetapi setiap ulangan hasilnya selalu berimbang dengan Manna, karena selalu dapat bocoran dari Manna. Manna tidak bisa bilang tidak ketika Inni meminta contekan dari Manna.

Demikian akrabnya kedua anak  manusia itu satu dengan yang lain merasa mendapat keuntungan dari pertemanan itu, tak pernah ada cekcok di antara keduanya Manna tak mungkin bilang tidak  pada Inni dan Inni tidak pernah bilang tidak pada Manna. Sebenarnya Manna menyadari bahwa apa yang di lakukan dalam persahabatannya dengan Inni adalah salah, Manna sadar bahwa dialah yang sebenarnya mendapatkan banyak  keuntungan, Sementara Inni mendapatkan keuntungan palsu, berupa nilai yang baik tetapi tidak menggambarkan kemampuan Intelektual yang sebenarnya. Hal ini selalu tampak manakala harus terjadi diskusi kelas. Sampai suatu ketika, datang waktu libur Setelah kenaikan kelas keduanya naik kelas dengan nilai sama-sama memuaskan. Manna pulang kampung, untuk merayakan keberhasilannya Inni berlibur ke kampung Manna.
Inni               : Amboi Indah benar keadaan kampung ini.
Manna          : Ya beginilah ...namanya juga kampung.
Inni               : Hemm...merdunya kicauan burung...
                        Hai...suara apa yang gemuruh sayup-sayup itu?
Manna         : Oo...itu Air terjun...tidak jauh dari sini ada air terjun.
Inni              : Asyik....kita bisa kesana dong
Manna         : Waduh Inni  aku nggak berani kesana
Inni              : memangnya kenapa?
Manna         : Disana ada banyak buaya
Inni              : Buaya, apa itu buaya?
Manna         : Buaya itu termasuk binatang reptil yang hidupnya di daerah aliran sungai atau rawa-  rawa dia berkembang biak dengan bertelur,  
Inni             : Reptil, ....oo...kaya tokek juga
Manna        : Ya’ betul tapi badannya lebih besar lagi!
Inni             : Kenapa takut,  aku biasa memainkannya!
Saat bicara ini sebenarnya Inni berbohong, dalam hatinya bilang paling sebangsa Iguana. Benar-benar tidak terbayangkan dalam benak Inni  bahwa buaya itu binatang besar bertaring tajam, bermulut lebar dan buas.
Inni            : Aa ...ah kecil kalau cuma itu...emm. Asyik lho bisa main dengan mereka, cukuplah dengan tongkat kecil untuk menakut-nakuti  mereka.
Manna      : Betul Inni kamu pernah bermain dengan buaya?
Inni            : Ya iyalah di kampungku juga banyak itu, ayo besok kita kesana!
Manna       : Ayo
Berangkatlah kedua sahabat itu ke daerah air terjun, peringatan kedua orangtua dan orang-orang kampung diabaikannya. Manna begitu percaya diri karena Inni mengatakan telah terbiasa dengan buaya  sementara Inni begitu  percaya diri karena yang akan dihadapi dikiranya hanya sebangsa cicak, tokek, atau iguana.
Sampailah keduanya di daerah air terjun, Airnya jernih kemudian jatuh kesungai di bawahnya mengalir indah sekali memang.
Inni           : waw.... indah sekali.....! aku mau mandi ah...
Manna     : jangan inni di situ banyak buaya.
Inni          : alaaa....h nggak apa-apa, percaya deh sama aku buaya itu nggak akan membahayakan kita ayolah
Dalam kecemasan yang luar biasa Manna tak berani mengecewakan sahabatnya, kecemasannya yang luar biasa itu sirna begitu saja karena ketakutannya kehilangan kawan yang banyak membantunya, dia juga tidak berani tidak mempercayai Inni bahwa dia sering memainkan buaya di air karena takut mengecewakannya. Akhirnya keduanya mandi di sungai.
Sekejab setelah  kedua anak itu melompat ke air tanpa di sadari oleh kedua anak tersebut di seberang sungai juga ikut melompat kedalam air seekor buaya di susul lagi dari sebelah hulu, lalu lagi di sebelah hilir, sejurus kemudian ada pergerakan menghampiri mereka berdua
Manna    : Ni .....Inni....Buaya....ni
Inni          : tenang-tenang saja, pegang saja tongkatmu.
Miris sebenarnya Inni dengan binatang itu tapi dia malu untuk bilang takut sama Manna, karena terlanjur bilang pernah bermain-main dengan buaya di air. Buaya-buaya itu semakin dekat
Inni          : Acungkan tongkatmu....pukul-pukul ke air! Sambil  berteriak begitu Inni memukul-mukulkan tongkatnya ke air, sejurus kemudian  buaya-buaya itu diam.
Mereka merasa tenang ....Inni pun merasa menang, nah percayakan ....yakinlah tak akan terjadi apa-apa. Tanpa disadari keduanya sebenarnya buaya itu menyelam kedalam air.
Mereka juga tidak menyadari bahwa kecepak air dari tongkat itu justru menjadi tanda bagi buaya bahwa disitu  ada mangsa. Aman... aman.... Aauuuuuu........tubuh ini tiba-tiba tenggelam, darah mulai tampak menyembul keluar dari dalam air, sadar dalam bahaya Manna bersiap untuk menepi tapi naas satu gigitan keras di kaki dia rasakan disusul terkaman di perutnya dan ...tamatlah kedua anak itu dimangsa oleh buaya.
Ketika orang-orang kampung datang untuk melihat Manna dan Inni  mereka sudah tidak melihat keduanya .
Dicarinya Manna dan Inni menyusuri sungai dan wouu.....mereka dapati dua buaya  dengan perut gendut tampak kekenyangan. Berkecamuk perasaan orang-orang kampung, jangan-jangan dua anak itu telah di mangsa oleh buaya-buaya itu.
Dengan sigap orang-orang kampung menyiapkan peralatan untuk  menangkap buaya itu dan tidak sulit untuk menangkap buaya yang tampak kekenyangan itu. Dan benar adanya setelah buaya itu di tangkap dan perutnya di bedah di dalamnya ada jasad Manna dan inni yang tiada bernyawa lagi.

*** Jika seandainya Inni dan Manna mau saling mengingatkan, mau saling menerima nasihat, mau menghindari kebohongan-kebohongan yang hanya sekedar untuk menjaga harga diri sangat mungkin petaka itu tidak pernah terjadi***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar